Saturday, May 19, 2007

Sahabat Hati (bagian 3)

Solo benar benar kota yang panas. tidak sepanas semarang Kota tempatku tinggal sekarang, tapi juga tidak sesejuk salatigaku yang nyaman. Solo itu........ nanggung. dan di teminal kota inilah sekarang aku menunggu Kris yang sudah sejak 10 menit yang lalu kutelphone. lelaki itu masih belum datang juga. aku menghela nafas sambil berdoa semoga motor Kris gak ngambek lagi di tengah terik matahari kota ini yang berarti akn membuatku menunggu lebih lama lagi.
setengah jam berlalu seiring dengan berlalunya sebotol air mineral yang baru saja kubeli begitu turun dari bus tadi. aku masih saja menatap gerbang terminal Tirtonadi berharap Kris segera datang. dan Geee akhirnya doaku terkabul juga. lelaki yang kutunggu itu datang juga dengan motornya.
"maaf," ucapnya sambil menyeka keringat yang turun dari dahinya, "kelamaan ya nunggunya?" tanya Kris dengan rasa bersalah.
"gak pa pa, jalan aja yuk aku dah kepanasan nih." jawabku ringan. Kris mengangsurkan sebuah helm padaku dan membawaku ke kosnya di sekitar UNS yang ternyata lumayan jauh juga.
"ini kamrku," kata Kris begitu kami sampai di kamarnya yang tidak bisa dibilang luas, "aku tahu kamu capek, jadi istirahat aja dulu. kamr mandi ada di pojok situ," kata Kris sambil menunjuk pintu di pojok kamarnya, "kalau mau mandi, mandi saja dulu. aku mau cari makan buat kita berdua." aku memasuki kamar yang full bau rokok dengan kertas gambar berserakkan dimana mana. satu satunya tempat yang terlihat lumayan rapi hanya tempat tidur dan meja komputer. "aku tinggal dulu ya?" aku mengangguk semntar Kris meninggalkanku.

dia benar benar datang. Vi benar benar datang. dia menelphoneku setengah jam yang lalu dan memaksaku menjemputnya. well, sebenarnya tak perlu di paksa juga aku pasti menjemputnya. aku tahu Vi menepikan banyak hal saat datang ke kota ini. dan aku bisa dengan pasti menyebutkan hal hal itu satu persatu mulai dari egonya, kekasihnya yang pasti berharap bisa menghabiskan hari bersamanya, pekerjaannya, dan banyak hal lainnya. aku tahu dan aku menghargai itu, aku hanya terkejut melihat Vi benar benar ada di sana, duduk di sebuah bangku di sudut Tirtonadi yang panas.
akhirnya aku setelah setengah jam perjalanan balik dari Tirtonadi, aku membiarkan Vi melihat sendiri betapa berantakkan kamarku. tidak seperti perempuan perempuan lain yang masuk ke kamar ini, perempuan satu ini tidak berkomentar sekata pun. dia hanya memasuki kamarku, mencoba mencari tempat untuk duduk sambil memandang sekeliling ruang itu. dia bahkan masih saja berkeliling memandang kamarku saat aku meninggalkanya untuk mencari makan siang untuk kami berdua.

Kris sudah kembali saat aku keluar dari kamar mandi super kecilnya. lelaki itu sudah duduk di atas tempat tidur sambil membuka bungkusan bungkusan makanan yang entah dibelinya dari mana.
"makan dulu Vi," kata lelaki itu sambil mengulurkan sebungkus nasi dengan ayam panggang tanpa sayur. aku tersenyum melihat lelaki ini masih ingat hoby makanku yang sangat dibencinya.
"kamu sendirian tidur di sini Kris?" tanyaku di tengah makan siang kami yang di jawab dg anggukkan kepala lelaki itu.
"iya, tahu sendiri aku gak bisa punya teman sekamar, apa lagi dengan segala kekacauan ini." jawabnya. aku tersenyum lagi.
"sadar ya kalau kamarmu tuh lebih mirip sisa bencana alam dari pada kamar?" ejekku sambil berdiri untuk membuang sampah makanku dan mencuci tangan.
"sama kan ma hidupku? berantakan," jawab Kris acuh tapi membuatku sempat terdiam. aku menghela nafas antara lelah dan sedih.
"kamu sendiri kan yang bikin hidupmu kacau balau? aku kan dah bilang sebelum kamu pergi, tapi kamu juga yang nekat." jawabku sedikit acuh. Kris tersenyum menatapku dan meletakkan bungkusan yg sudah habis isinya sejak tadi.
"aku kayak anak kecil ya Vi?" tanyanya pelan
"iya, kamu memang seperti anak kecil," jawabku, "kamu itu seperti anak kecil nakal dan ngeyelan. orang sudah kasih tahu kamu, 'Kris jangan ke sana, nanti kamu jatuh' ketika anak lain mundur kamu gak, kamu maju aja dan tetap melakukan yang kamu mau, dan see??? kamu jatuh. baru kamu mundur lagi." tambahku panjang lebar hingga membuat Kris termangu.
"aku segitunya ya Vi? aku benar2 bertingkah se childish itu ya?" tanya Kris pelan sementara aku mengangguk mendengar pertanyaan itu. "maaf ya Vi?" katanya kemudian
"yach mau gimana lagi, yang penting kamu kembali. " jawabku. kami tersenyum. aku tahu lelaki di depanku ini menyesali atas apapun yang sudah terjadi. tapi kami berdua sama sama tahu, itu lah proses yang harus kami jalani.
"Vi......" panggil Kris tiba2 ditengah diam yang kemudian mengikuti percakapan kami
"hmmm???" responku
"boleh gak aku nyandar di bahu kamu?" pintanya. aku mengerutkan kening sejenak tapi toh mengangguk juga. dan seperti itulah dia terlelap hingga malam tiba.

aku terbangun dengan kepala di bahunya sementara Vi si empunya bahu masih membaca novel yang masih terlihat baru. nyaman sekali rasanya bisa tertidur selelap itu setelah entah berapa malam mataku tidak bisa di ajak tidur tanpa gangguan otakku yang menebar wajah Bintang dan Vi bergantian. aku menatap kosong ke depan saat Vi akhirnya sadar aku tak lagi terpejam.
"sudah bangun?" sapanya. aku mengangguk. gadis itu tersenyum.
"maaf ya, padahal kamu lagi capek." sesalku.
"that's ok." jawab Vi, "sudah berapa lama amu gak tidur?" tanyanya lagi. aku menggeleng tanda aku tidak tahu dan bangkit.
"aku mandi dulu ya Vi, habis mandi kita keluar makan." kataku yang di jawab dengan anggukannya lagi. gadis ini......... kok dulu aku tega menyakitnya??? batinku.