Sunday, May 27, 2007

Sahabat Hati (bagian 4)

entah sudah berapa bulan aku tidak mendengar kabar Vi. terakhir kami kontak seminggu setelah dia pulang dari kosku. kembali ke dunia nyata kalau meminjam istilahnya. dan tak terasa sudah akhir bulan november. tepat di hari ulang tahun Vi. sialnya aku ujian siang ini dan sama sekali gak sempat menekatkan diri ke menempuh perjalanan Solo - Semarang. aku melirik jam digital di atas komputerku. jam 8.00 malam tepat dan kuputuskan untuk menelphonenya.
"Hi Kris, ada apa?" tanya suara di seberang begitu panggilanku terhubung.
"Hi, gak pa pa, kamu gi apa?" tanyaku basa basi
"Gi dinner nih ma boy friend ku" jawab Vi santai.
"Wah party nih, traktiran buat aku kapan dong?" tanyaku tak kalah santai.
"kalau kamu bisa ke sini aku traktir tapi harus sekarang juga" jawabnya sambil tertawa yang tak hanya suara tawanya saja yang terdengar "Lagian pacarku yang ngajak makan kali ini"
"huuu dasar matre lu!" ledekku dan kami berdua tertawa "Vi, Happy Birthday ya." setelah sedikit tenang
"thank you. aku tunggu kadonya ya." jawab Vi sebelum akhirnya aku mengatai dia matre sekali lagi dan menutup panggilan itu.
aku baru saja menutup HPku ketika seorang pelayan membawa makanan yang ku pesa dan tentu saja yang di pesan oleh lelaki yang sekarang duduk di depanku. Yo, lelaki itu, tersenyum dan menggelengkan kepalanya.
"Kris ya?" tanyanya, aku mengangguk. "kalian ini perasaannya mirip Tom and Jerry."
"kok bisa?"tanyaku bingung.
"iya, kelihatanya saja saling benci n musuhan, tp sejujurnya di dalam hati kalian, kalian itu saling sayang dan saling jaga satu sama lain. and that is sweet" jawabnya. jawaban yg membuatku termenung. Yo mendeskripsikan hubungan itu dengan tepat.
"Yo....." panggilku setelah termenung lumayan lama
"hmmm??" respon Yo
"do you think this friendship will stay forever?" tanyaku seolah pada diriku sendiri
"babe, i dont know about forever, tapi kalian berdua sudah mengalami banyak hal dan aku yakin itu ada harganya." jawab pria di depanku sambil tersenyum bijak.
"semoga." doaku tak hanya di sepasang mitraliurku, tapi juga jauh di lubuk hatiku.
"pasti." jawab pria itu tegas dan menenangkan sambil tersenyum sekali lagi.
END

Saturday, May 19, 2007

Sahabat Hati (bagian 3)

Solo benar benar kota yang panas. tidak sepanas semarang Kota tempatku tinggal sekarang, tapi juga tidak sesejuk salatigaku yang nyaman. Solo itu........ nanggung. dan di teminal kota inilah sekarang aku menunggu Kris yang sudah sejak 10 menit yang lalu kutelphone. lelaki itu masih belum datang juga. aku menghela nafas sambil berdoa semoga motor Kris gak ngambek lagi di tengah terik matahari kota ini yang berarti akn membuatku menunggu lebih lama lagi.
setengah jam berlalu seiring dengan berlalunya sebotol air mineral yang baru saja kubeli begitu turun dari bus tadi. aku masih saja menatap gerbang terminal Tirtonadi berharap Kris segera datang. dan Geee akhirnya doaku terkabul juga. lelaki yang kutunggu itu datang juga dengan motornya.
"maaf," ucapnya sambil menyeka keringat yang turun dari dahinya, "kelamaan ya nunggunya?" tanya Kris dengan rasa bersalah.
"gak pa pa, jalan aja yuk aku dah kepanasan nih." jawabku ringan. Kris mengangsurkan sebuah helm padaku dan membawaku ke kosnya di sekitar UNS yang ternyata lumayan jauh juga.
"ini kamrku," kata Kris begitu kami sampai di kamarnya yang tidak bisa dibilang luas, "aku tahu kamu capek, jadi istirahat aja dulu. kamr mandi ada di pojok situ," kata Kris sambil menunjuk pintu di pojok kamarnya, "kalau mau mandi, mandi saja dulu. aku mau cari makan buat kita berdua." aku memasuki kamar yang full bau rokok dengan kertas gambar berserakkan dimana mana. satu satunya tempat yang terlihat lumayan rapi hanya tempat tidur dan meja komputer. "aku tinggal dulu ya?" aku mengangguk semntar Kris meninggalkanku.

dia benar benar datang. Vi benar benar datang. dia menelphoneku setengah jam yang lalu dan memaksaku menjemputnya. well, sebenarnya tak perlu di paksa juga aku pasti menjemputnya. aku tahu Vi menepikan banyak hal saat datang ke kota ini. dan aku bisa dengan pasti menyebutkan hal hal itu satu persatu mulai dari egonya, kekasihnya yang pasti berharap bisa menghabiskan hari bersamanya, pekerjaannya, dan banyak hal lainnya. aku tahu dan aku menghargai itu, aku hanya terkejut melihat Vi benar benar ada di sana, duduk di sebuah bangku di sudut Tirtonadi yang panas.
akhirnya aku setelah setengah jam perjalanan balik dari Tirtonadi, aku membiarkan Vi melihat sendiri betapa berantakkan kamarku. tidak seperti perempuan perempuan lain yang masuk ke kamar ini, perempuan satu ini tidak berkomentar sekata pun. dia hanya memasuki kamarku, mencoba mencari tempat untuk duduk sambil memandang sekeliling ruang itu. dia bahkan masih saja berkeliling memandang kamarku saat aku meninggalkanya untuk mencari makan siang untuk kami berdua.

Kris sudah kembali saat aku keluar dari kamar mandi super kecilnya. lelaki itu sudah duduk di atas tempat tidur sambil membuka bungkusan bungkusan makanan yang entah dibelinya dari mana.
"makan dulu Vi," kata lelaki itu sambil mengulurkan sebungkus nasi dengan ayam panggang tanpa sayur. aku tersenyum melihat lelaki ini masih ingat hoby makanku yang sangat dibencinya.
"kamu sendirian tidur di sini Kris?" tanyaku di tengah makan siang kami yang di jawab dg anggukkan kepala lelaki itu.
"iya, tahu sendiri aku gak bisa punya teman sekamar, apa lagi dengan segala kekacauan ini." jawabnya. aku tersenyum lagi.
"sadar ya kalau kamarmu tuh lebih mirip sisa bencana alam dari pada kamar?" ejekku sambil berdiri untuk membuang sampah makanku dan mencuci tangan.
"sama kan ma hidupku? berantakan," jawab Kris acuh tapi membuatku sempat terdiam. aku menghela nafas antara lelah dan sedih.
"kamu sendiri kan yang bikin hidupmu kacau balau? aku kan dah bilang sebelum kamu pergi, tapi kamu juga yang nekat." jawabku sedikit acuh. Kris tersenyum menatapku dan meletakkan bungkusan yg sudah habis isinya sejak tadi.
"aku kayak anak kecil ya Vi?" tanyanya pelan
"iya, kamu memang seperti anak kecil," jawabku, "kamu itu seperti anak kecil nakal dan ngeyelan. orang sudah kasih tahu kamu, 'Kris jangan ke sana, nanti kamu jatuh' ketika anak lain mundur kamu gak, kamu maju aja dan tetap melakukan yang kamu mau, dan see??? kamu jatuh. baru kamu mundur lagi." tambahku panjang lebar hingga membuat Kris termangu.
"aku segitunya ya Vi? aku benar2 bertingkah se childish itu ya?" tanya Kris pelan sementara aku mengangguk mendengar pertanyaan itu. "maaf ya Vi?" katanya kemudian
"yach mau gimana lagi, yang penting kamu kembali. " jawabku. kami tersenyum. aku tahu lelaki di depanku ini menyesali atas apapun yang sudah terjadi. tapi kami berdua sama sama tahu, itu lah proses yang harus kami jalani.
"Vi......" panggil Kris tiba2 ditengah diam yang kemudian mengikuti percakapan kami
"hmmm???" responku
"boleh gak aku nyandar di bahu kamu?" pintanya. aku mengerutkan kening sejenak tapi toh mengangguk juga. dan seperti itulah dia terlelap hingga malam tiba.

aku terbangun dengan kepala di bahunya sementara Vi si empunya bahu masih membaca novel yang masih terlihat baru. nyaman sekali rasanya bisa tertidur selelap itu setelah entah berapa malam mataku tidak bisa di ajak tidur tanpa gangguan otakku yang menebar wajah Bintang dan Vi bergantian. aku menatap kosong ke depan saat Vi akhirnya sadar aku tak lagi terpejam.
"sudah bangun?" sapanya. aku mengangguk. gadis itu tersenyum.
"maaf ya, padahal kamu lagi capek." sesalku.
"that's ok." jawab Vi, "sudah berapa lama amu gak tidur?" tanyanya lagi. aku menggeleng tanda aku tidak tahu dan bangkit.
"aku mandi dulu ya Vi, habis mandi kita keluar makan." kataku yang di jawab dengan anggukannya lagi. gadis ini......... kok dulu aku tega menyakitnya??? batinku.

Sunday, May 13, 2007

Sahabat Hati (bagian 2)

sudah satu minggu sejak aku berpisah dengan Kris di Ambarawa. tak ada kabar appun dan itu membuatku gelisah. berkali kali aku mengurungkan niatku untuk menghubunginya, bagaimanapun dia akan menghubungiku saat dia siap. tapi......................... bukankah anak itu tak pernah tahu kapan dia benar benar siap untuk sesuatu? huh!!!! perasaan ini benar benar menyebalkan dan ............... menyiksa?? entahlah.................

sudah satu minggusejak aku melepas Vi pulang dari Ambarawa, dan sudah tiga hari aku pulang dari jogja. sisa tiga hari dari liburanku yang ternyata membuat otakku atau mungkin juga tidak berlibur sama sekali. dan seperti dua hari sebelumnya, aku kembali tenggelam diantara barang barang di dalam kamar 3 x 4 ini dengan sebatang AMlid di antara telunjuk dan jari tengah kananku. tikus komputerku masih saja bergerak tak tentu karena dan work sheet di layar kompieku masih saja kosong.
"Brengsek!!!!" umpatku dalam hati pada otakku yang ngambek bekerja justru saat aku ingin bekerja. si tikus kompie di genggamanku masih saja berputar putar tak tentu letila akhirnya berhenti start icon. aku menyerah. sambil menghela nafas ku klik juga icon itu dan menengok recent documentku. kubuka satu persatu hingga akhirnya aku menemukan satu satunya foto di situ. fotoku dan Vi beberapa minggu lalu. aku menekuri foto itu seiring dengan masuknya nama gadis itu di benakku.
Vi.......... apa dia masih akan membiarkan aku kembali setelah membuatnya menangis? setelah aku nyaris menganggapnya tidak ada? masihkah aku layak berhadapan dengannya dan menempati ruang persahabatan itu? aku ragu. tapi................... Shit!!!!!! aku butuh Vi sekarang. dan ibu jariku sudah menekan no Hp Vi dengan otomatis.
"Hallo?" sapa Vi di ujung sana wajar kalau nada tanya itu terdengar karena aku memang menggunakan private number. sejenak aku terdiam. suara yang aku rindukan itu terdengar. suara yang selalu saja bisa membuatku menyakin apapun yang aku lakukan dan selalu mendukungku, kecuali bila itu berurusan dengan Bintang tentunya.
"Vi, ini aku" jawabku akhirnya. aku tak mendengar apa apa. yang ada hanya nafas Vi yang tertahan. "Vi????"
"Iya, aku disini." jawab Vi akhirnya "kamu baik baik saja?" tanya Vi setelah lumayan lama terdiam lagi.
"Gak juga," jawabku tanpa basa basi sedikitpun karena memang gak butuh, "Bintang itu tetap saj tidak tergapai Vi, aku..............." kalimatku menggantung dalam diam lagi.
"kamu mau ke sini atau aku yang ke Solo?" tanya Vi saat aku terdiam.
"Terserah kamu." jawabku
"Ok, besok aku ke sana, jemput aku di terminal!" jawab Vi dengan ketegasan yang tidak biasa ku dengar tapi tidak membuatku heran. gadis ini selalu tahu ap yang aku butuhkan dan entah bagaimana aku tidak pernah bisa menyembunyikan apapun darinya.

sudah hampir tengah malam ketika ring tone Evanesence memnuhi kamar tidurku. aku mengerutkan kening saat melihat tulisan Privat Number yang muncul di LCDku. manusia mana sih yang iseng malam2 begini? runtukku dalam hati meski aku jawab juga telphone itu.
"Hallo?" sapaku seperti biasa. aneh, tak ada suara, sampai akhirnya aku mendengar suara Kris di seberang sana. lelaki ini............. entah bagaimana aku selalu tau ada yang tidak beres denganya hanya dengan mendengar suaranya. mungkin kerena kami sudah terlalu saling mengenal. dan perasaan itu benar saat dia menyebut nama Bintang yang membuatku memutuskan untuk ke Solo esok harinya. Thanks God, besok adalah day offku.

Thursday, May 3, 2007

Sahabat Hati (bagian 1)

malam sudah sangat larut ketika aku dan Kris duduk di sebuah artificial stone di tempat kami biasa bertemu. arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiriku sudah melewati angka 12 terakhir kali aku melihatnya, hanya menunggu menit untuk berganti hari. dalam gelap aku tahu mata Kris masih menatap pada gelapnya malam yang menyelimuti kami, sementara aku sendiri masih saja memeluk lututku sendiri.

"jadi kamu akan tetap pergi nanti?" tanyaku sekedar memecah sunyi yang sejak tadi menggantung.

"jangan mulai perdebatan ini lagi Vi. aku harus pergi dan kamu tahu itu!" jawab Kris sedikit keras.

"aku gak tahu. yang aku tahu kamu gak harus pergi. yang aku tahu kamu masih butuh waktu untuk menyelesaikan ini. dan yang lebih aku tahu lagi adalah bahwa kamu gak berhak menyakiti diri kamu sendiri." balasku. tiba tiba ada sesuatu yang membuat dadaku terasa sesak berhadapan dengannya malam itu.

"ayolah Vi. kita sama sama tahu aku harus menghadapi ini. kekosongan ini harus terisi, dan kita sama sama tahu hanya Bintang yang bisa mengisinya." aku menunduk mendengar bujukan itu. ada sebuah tanya yang aku sendiri takut mendengar jawabannya.

"bahkan kehadiranku juga gak bisa mengisi kekosongan itu?" Shit!!!!!! dalam hati aku mengutuk. akhirnya kutanyakan juga. dan aku bersiap mendengar jawaban apapun yang akan terucah dari binir yang kini menghisap sebatang rokok putih lagi.

"Vi, maaf ya?" hanya itu yang terucap. tiga kata yang mampu membuatku menitikkan air mata. Kris menatapku sejenak sebelum kembali menatap gelap. aku sendiri memalingkan wajahku sebisa mungkin menyembunyikan aliran air mataku sendiri. Brengsek!!!!!!! dia bahkan tak melakukan apa apa. sebegitu tidak berartinyakah aku untuknya? sialan cowo ini! kutukku dalam hati.

gadis itu masih memeluk lututnya sendiri setelah aku meminta maaf. aku tahu dia menyembunyikan air matanya meski aku terlanjur melihatnya. ini pertama kalinya aku melihat dia menangis. Vi bukan gadis cengeng. tapi hari ini air mata itu justru meluncur karena aku. aku tahu jawaban itu menyakitinya. tapi.............. Sial!!!!!!!!!!!! rasanya ingin sekali aku melakukan sesuatu untuk menenangkannya tapi gak tahu mesti berbuat apa.

"Vi, tenanglah, aku pasti kembali kok. aku janji." kataku akhirnya lebih dari sekedar menenangkan Vi, tapi juga menenangkan diriku sendiri.

"terserah!" jawab Vi singkat. aku tahu dy benar benar terluka dan lebih baik meninggalkanya sendirian saat ini, jadi kuputuskan untuk berjalan sejenak sambil menunggu matahari terbit yang akan memisahkan aku dan Vi.

akhirnya Kris pergi. aku tetap pada tempat semula. membiarkan diriku sendiri menangis dan membiarkan air mataku mengering dengan sendirinya. menunggu matahari terbit. ini pertama kalinya kami menikmati sunrise sendiri sendiri saat berada di tempat ini. rasanya sedih, sakit, dan marah bercampur jadi satu. dan itu menguras energiku dalam semalam. aku lelah. aku tahu aku harus istirahat, tapi sialnya sepasang mataku tak mau terpejam juga. brengsek!!!!!! kutukku lagi disela sela angin yang mengeringkan air mataku

sudah pukul lima lewat ketika aku kembali ke tempat Vi. diatas artificial stone itu aku melihatnya masih meringkuk. melihatnya seperti itu aku mulai kuatir atau lebih tepatnya ragu. ragu pada keputusan yang sudah kubulatkan lebih dari sebulan setelah melihat reaksi Vi semalam.

untuk orang orang yang tidak mengenal aku dan Vi, mungkin reaksi Vi akan di katakan berlebihan. apa yang salah kalau sahabatmu ingin menemui gadis yang dicintainya nyaris seumur hidupnya? tidak ada. tidak ada yang salah. yang salah adalah kalau gadis yang akan ditemui sahabatmu adalah gadis yang pernah menghancurkan hatinya dan merubah sahabatmu sama sekali. dan itulah yang dilakukan Bintang padaku.

aku mengenal Bintang jauh sebelum aku mengenal Vi. tapi anehnya Vi lah orang pertama yang menyadarkanku bahwa perasaan ini lebih dari sekedar persahabatan biasa. Vi yang membuatku menyakini cinta itu memang ada. Vi juga yang tetap setia mendengar aku bercerita tentang dia ketika teman temanku sudah mulai bosan. hingga pada akhirnya hanya Vi yang sanggup menemaniku saat Bintang itu tak tergapai. Vi juga yang masih bisa menenangkanku saat aku mulai sinis dan mulai kehilangan banyak hal. hanya Vi yang bisa melihat airmata yang tak mengalir itu. dan semalam dengan seenaknya aku bilang pada gadis itu kalau aku akan menemui Bintang hari ini dan membuatnya begitu tak berarti. tapi aku dan Vi juga sama sama tahu kalau suatu saat aku tetap harus bertemu dengan Bintang, mungkin untuk mencoba menggapainya lagi, tapi lebih dari itu, aku ingin memuaskan hatiku.

Vi bukan orang pertama yang mencoba mencegah kepergianku kali ini. sebelum dia, orang orang di sekitarku pun tak membiarkan aku pergi. tapi hanya Vi yang bisa mengatakan dengan pasti dan tepat bahwa aku pergi untuk menjemput kehancuran hatiku. well, aku sendiri kaget ketika dengan sinis aku berkata "mungkin" satu kata itu membuat Vi terdiam sejenak, tapi mungkin nada suarakupun ikut berpartisipasi mendiamkannya. kata berikut yang keluar dari bibirnya adalah "Bodoh!"

sudah pukul lima lewat ketika Kris kembali menghampiriku setelah entah dari mana? aku melihatnya dengan cukup jelas dari sudut mata yang mulai mengering. aku tahu dia tidak bermaksud menyakitiku tapi rasanya tetap saja....

"cari makan yuk Vi, aku lapar." kata Kris begitu dia cukup dekat dengan ku. aku hanya menganggukkan kepala dan bangkit dari dudukku. kami berjalan ke tempat kami biasa breakfast. selama makan kami hanya terdiam satu sama lain. hingga akhirnya aku menjadi jengah sendiri.

"Kris......." panggilku pelan

"hmmmm???" jawab Kris

"aku bisa pegang janji kamu???" tanyaku. Kris menatapku lekat lekat sebelum kemudian membuang nafas.

"selama kamu mengijinkan aku kembali, aku pasti kembali." jawab Kris. aku tahu ada ragu dalam suaranya, tapi entah lah, mungkin juga itu kareana raguku sendiri.

"kita lihat saja nanti. kamu gak akan pernah sama setelah pertemuanmu dgn Bintang kali ini."

"aku tahu."

"Ok, aku pulang dulu. good luck." dan aku melangkah. kali ini sendiri.

Vi melangkah meninggalkanku, sejenak ada rasa tak rela atas kepergiannya yang kali ini sendiri. biasanya aku mengantarnya sampai terminal kota, menunggu sampai bis itu membawanya pergi dari mataku. tapi saat ini, aku hanya tahu, Vi butuh ruang untuk sakit hatinya. sakit hati yang justru di sebabkan oleh ku.

sejujurnya aku masih ingin dia ada di sini. mendukungku mungkin. entah kenapa aku merasa nyaman saat dia ada di sampingku. dia sahabat yang istimewa itu saja mungkin. ya, dia memang istimewa. entah sejak kapan aku menyadarinya. mungkin sejak aku datang padanya ketika aku menyadari sekolah di asrama itu melelahkan. ya, aku dan Vi memang berasal dr sekolah yg sama. sebuah sekolah berasrama yang seperti aku bilang tadi, melelahkan. aku tahu sekolah itu melelahkan juga untuknya, tapi entah bagaimana gadis yg satu ini selalu bisa mendukungku dengan caranya sendiri.cara yang membuat dia semakin istimewa selama lebih dari tiga tahun hidupku. dan gadis yg istimewa itu kini.......................................................

"Vi, maaf." hanya itu yg bisa terucap di benakku.

aku sudah berada di bus itu, bus yang akan membawaku pulang. pulang ke kehidupan nyataku. sambil berharap bahwa apa yang terjadi sejak semalam hanyalah bagian dari mimpi buruk. tapi mimpi buruk itu meninggalkan luka. luka yang membuatku terus menitikkan air mata. dalam hati aku mengutuk Kris dengan segala sumpah serapah yang sempat terlintas di otakku. menyumpahi segala keputusannya, mengutuk segala kebodohannya. Kris senang sekali membuat kesulitan untuk dirinya sendiri. seolah hidupnya kurang masalah. demi Tuhan, aku pasti makhluk terbodoh di dunia kalau sampai gak tau untuk apa Kris menemui Bintang. aku tahu suatu saat lelaki ini harus menghadapi kenyataan bahwa Bintang memang sebuah bintang yangtak bisa lagi tergapai. tapi tidak sekarang. tidak saat Kris sendiri masih belum bisa menjaga hidupnya dan hatinya sendiri. dan tidak dengan menyakitiku seperti ini. tidak dengan membuatku merasa benar benar tak berarti.

"tapi dia tidak bermaksud menyakitimu, Vi." bisik hatiku

"aku tahu, tp tetap saja itu menyakitkan." bisikku sendiri.

"sudahlah, dia toh gak sengaja."

"sengaja atau tidak luka itu sudah ada"

"Vi........... bukankah sebaiknya kamu tetap di sana? menemaninya mungkin." bisik hatiku tiba tiba setelah kami terdiam lama

"mungkin, tapi aku sedang butuh waktu. dia sendiri yang ingin pergi. dia harus melewati ini sendiri, setidaknya sampai dia siap untuk kembali dan aku sendiri siap untuk menerimanya."

"dasar keras kepala kamu Vi. tapi terserahlah."

dan perdebatan hatiku berhenti seiring dengan kelelahanku.